Aktivis Jambi Kritik Kinerja Pemerintahan Desa Pulau Tengah : Dinilai Apatis dan Abaikan Adat

  • Whatsapp

Merangin, Benuajambi.com – Pemerintahan Desa Pulau Tengah, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, menghadapi kritik tajam dari warganya dan aktivis setempat. Irgi Pramayuda, seorang aktivis dari Jambi, menyoroti dugaan apatisme pemerintahan desa yang dituding telah menyebabkan kemunduran sosial dan budaya selama tiga tahun terakhir.

Menurut Irgi, sejak kepala desa baru terpilih, masyarakat merasakan penurunan kualitas hidup di berbagai aspek, bukan kemajuan. “Pemerintahan desa yang dulu dikenal kokoh memegang adat, kini tampak kehilangan arah dan akar,” ujar Irgi. Sabtu, (7/6/2025)

Bacaan Lainnya

Desa Pulau Tengah selama ini dikenal kental dengan nilai-nilai adat seperti gotong royong dan penghormatan terhadap leluhur. Namun, Irgi mengungkapkan bahwa nilai-nilai tersebut kini mulai memudar. Masuknya pendatang dari luar daerah tanpa kendali, bahkan mulai mendominasi ruang sosial dan ekonomi, menjadi salah satu kekhawatiran utama. “Pemerintah desa terkesan diam, atau justru memberi ruang lebar tanpa batas bagi arus luar itu masuk begitu saja,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa pemerintahan desa seharusnya menjadi pelindung identitas kolektif masyarakat, bukan sekadar pengurus administrasi.

“Pemimpin desa tidak cukup hanya cakap mengelola dana desa, tapi harus memiliki visi kultural yang berpihak pada nilai-nilai lokal. Jika tidak, maka kita hanya membangun jalan, balai, atau gedung—tetapi menghancurkan jati diri sendiri,” tegas Irgi.

Masyarakat juga mempertanyakan arah kebijakan pembangunan desa selama tiga tahun terakhir. Irgi mempertanyakan apakah kebijakan tersebut benar-benar disusun bersama rakyat melalui musyawarah desa, atau hanya berfokus pada proyek fisik semata tanpa keberpihakan pada pelestarian adat.

Ketiadaan peraturan desa (perdes) yang mengatur adaptasi sosial pendatang juga disorot. Irgi menyebutkan bahwa hal ini mengakibatkan masyarakat asli perlahan terpinggirkan dan desa mulai berubah menjadi entitas baru yang asing bagi warganya sendiri.

Meskipun dunia gencar mengkampanyekan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), Irgi justru melihat hal sebaliknya terjadi di desanya. Ia mencontohkan pembangunan “homestay sarang hantu” yang dinilai tidak memberikan manfaat nyata bagi desa.

Irgi Pramayuda bersama kawan-kawan mahasiswa Desa Pulau Tengah Jambi menegaskan bahwa kegelisahan ini dilayangkan bukan dengan kebencian, melainkan dengan harapan.

“Semoga pemerintahan desa menyadari bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dari budaya. Kita bisa membangun tanpa meninggalkan akar, kita bisa maju tanpa menjadi asing bagi diri sendiri,” tutup Irgi.

“Desa bukan hanya tempat tinggal, tapi juga rumah bagi identitas. Jika pemerintah lupa pada jati diri desa, maka rakyat berhak untuk mengingatkan,” pungkasnya. (Rido)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *