Merangin. Benuajambi.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Merangin kembali tercoreng. Dua oknum ustadz di Pesantren Darul Qur’an Al Irsyadiyah, Desa Mensango, diduga melakukan tindakan kekerasan fisik berupa penamparan dan pencekikan terhadap dua orang santrinya.
Kejadian yang menimpa santri berinisial KG (15) dan MZ (15) ini memicu reaksi keras dari pihak keluarga korban, terutama setelah upaya mediasi di kepolisian tidak membuahkan hasil.
Tesya, kakak salah satu korban sekaligus pelapor, membeberkan kronologi memilukan yang dialami adiknya pada 31 September lalu. Usai menerima kekerasan fisik berupa tamparan, kedua santri tersebut justru diusir dari lingkungan pesantren pada jam 11.30 malam.
“Adik saya harus berjalan kaki tengah malam dari pesantren di Mensango menuju rumah kami di Tabir Ilir setelah diusir oleh oknum tersebut,” ungkap Tesya dengan nada kecewa. Kamis, (25/12/2025).
Dua oknum pendidik yang dilaporkan diketahui bernama Mutadillah dan Bais. Menurut keterangan Tesya, saat ditemui untuk klarifikasi, kedua oknum tersebut mengakui tindakan mereka dilakukan dalam keadaan emosi, namun tanpa ada pernyataan maaf sedikit pun.
Isu Uang Damai Rp30 Juta yang Simpang Siur
Kasus ini kian memanas setelah muncul kabar di tengah masyarakat (dusun) bahwa permasalahan ini telah selesai secara kekeluargaan. Terlapor dikabarkan mengklaim telah membayar uang damai sebesar Rp30 juta.
Namun, hal ini dibantah keras oleh pihak keluarga korban. “Si terlapor bilang ke orang-orang di dusun kalau masalah ini sudah damai dengan membayar 30 juta rupiah. Faktanya, uang itu tidak pernah sampai ke saya maupun keluarga sampai saat ini,” tegas Tesya.
Hingga saat ini, pihak keluarga telah menempuh jalur hukum dengan melapor ke Polres Merangin pada 2 Oktober. Meski sudah dilakukan dua kali mediasi di kantor polisi, belum ada titik temu atau solusi yang disepakati kedua belah pihak.
Kekerasan ini diduga bukan yang pertama kali terjadi di pesantren tersebut, namun korban-korban sebelumnya diduga memilih bungkam. Pihak keluarga kini menuntut pertanggungjawaban, tidak hanya secara hukum, tetapi juga tanggung jawab moral atas trauma mental yang dialami anak-anak mereka.
“Pesantren seharusnya menjadi ruang aman, bebas dari bullying dan kekerasan. Menegur kesalahan murid dengan kekerasan fisik jelas dilarang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pesantren Darul Qur’an Al Irsyadiyah belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan kekerasan dan klaim uang damai tersebut.
Penulis : Rido Asran







