JAMBI (Benuajambi.com)-Aroma arogansi kekuasaan kembali menyeruak di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Seorang wanita menjadi korban perampasan, intimidasi, hingga pencemaran nama baik, setelah dituding sebagai selingkuhan seorang pejabat. Kasus ini kini resmi dilaporkan ke Polda Jambi dan tengah menjadi sorotan publik.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (1/9/2025) siang, di kediaman korban. Saat sedang memanaskan mobil Honda Brio miliknya, tiba-tiba empat orang tak dikenal mendatangi rumah korban. Salah satu pelaku perempuan, yang mengaku anak dari RdN mantan Pj Bupati Muaro Jambi yang kini menjabat Kepala Dinas DP3AP2 Provinsi Jambi langsung mematikan mesin mobil dan merampas kunci kontak.
Tak berhenti di situ, para pelaku berteriak-teriak menuduh korban sebagai pelakor (perebut laki orang), hingga memancing perhatian warga sekitar. Lebih brutal lagi, dinding rumah korban dicoret dengan kata-kata kasar seperti “pelakor” dan “lonte”.
“Mobil langsung dibawa kabur setelah klien kami dihina habis-habisan,” tegas Putra Tambunan, kuasa hukum korban dari Kantor Hukum DBS Nirwasita, Jumat (12/9/2025).
Keesokan harinya, korban kembali dihubungi dengan janji mobilnya akan dikembalikan. Ia diminta datang ke Jambi Business Center (JBC) untuk bertemu para pelaku. Namun pertemuan itu justru berubah menjadi jebakan. Korban dipaksa menandatangani surat pernyataan yang seolah-olah mengakui hubungan terlarang dengan ayah pelaku.
“Kami membantah semua tuduhan. Mobil itu dibeli dengan uang klien kami sendiri. Kalau memang punya bukti, silakan tempuh jalur hukum, bukan main hakim sendiri,” tegas Putra.
Kuasa hukum menegaskan, korban kini menuntut agar polisi segera menetapkan tersangka dalam kasus perampasan kendaraan bermotor, intimidasi, dan pencemaran nama baik. Selain itu, pihaknya juga menyiapkan laporan tambahan terkait fitnah yang menyeret nama baik kliennya.
Hingga berita ini dirilis, Polda Jambi masih melakukan pendalaman kasus. Sementara itu, pihak terlapor, termasuk RdN maupun anaknya, belum memberikan keterangan resmi.
Kasus ini memicu kemarahan publik karena diduga melibatkan keluarga pejabat yang seharusnya menjadi pelindung perempuan dan anak, namun justru terseret dalam dugaan aksi premanisme. Masyarakat kini menanti langkah tegas aparat agar hukum tidak tunduk pada jabatan dan kekuasaan.(red)